Ilustrasi: Pixabay |
KARAKTERISTIK USAHA
|
KONTRAKTOR (PERUSAHAAN)
|
PEMBORONG (PERORANGAN)
|
badan usaha |
perorangan dan badan usaha
|
lebih banyak usaha perorangan
|
Legalitas usaha
|
Perusahaan yang memiliki ijin usaha dan Berbadan hukum Seperti CV, PT, coorporation, dsb
|
Umumnya tidak memiliki ijin usaha dan bukan merupakan perusahaan yang berbadan hukum
|
Tingkat pendidikan rata-rata pelaku usaha |
Universitas, Akademi
|
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama
|
Anggaran Dasar dan Anggran rumah tangga (AD&ART) perusahaan |
Umumnya memiliki AD&ART perusahaan yang mengatur mekanisme Usahanya
|
Karena tidak berbadan hukum maka tidak memiliki AD&ART
|
Kantor resmi /tempat usaha |
Umumnya mempunyai kantor tetap
|
Umumnya tidak mempunyai kantor tetap
|
pengelola/karyawan/staf perusahaan |
Biasanya Lebih dari 1 orang yang terdiri atas : Ceo/Owner/Direksi/manejer umum sebagai pimpinan usaha, serta karyawan-karyawan yang memiliki tugas dan bagiannya masing-masing dalam urusan-urusan perusahaan sesuai posisinya masing-masing dalam perusahaan
|
Kebanyakan pemborong hanya usaha yang bersifat perorangan, dan mengelola semua urusan usahanya secara individu, tanpa dibantu/ memiliki karyawan yang membantu urusan usahanya
|
Struktur organisasi |
Memiliki struktur organisasi dan rantai kerja (rantai komando) yang jelas
|
Tidak memiliki struktur organisasi yang jelas
|
Fasilitas usaha |
Umumnya memiliki fasilitas penunjang usaha yang cukup memadai seperti, Ruang kantor, sarana kantor (ATK), sarana Telekomunikasi dan multimedia, kendaraan kantor, kendaraan, peralatan proyek lengkap, proyek,gudang, bengkel kerja, dsb
|
Umumnya sangat minim Fasilitas penunjang usahanya, dan lebih banyak menggunakan fasilitas sewaan
|
Universitas, AkademiSurat Ijin Usaha(SIUP) |
Memiliki Surat Ijin Usaha (SIUP)
|
Umunya tidak memiliki Surat Ijin Usaha (SIUP)
|
Nomor induk wajib pajak(NPWP) pribadi & perusahaan |
Karena memiliki badan hukum resmi Umumnya memiliki Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP)pribadi & perusahaan
|
Karena tidak berbadan hukum resmi Umumnya tidak memiliki Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP)perusahaan
|
Rekening usaha |
Umumnya memiliki
|
umumnya tidak memiliki
|
Sistem manajemen usaha
|
Biasanya sudah memiliki system manajemen usaha yang lebih Profesional,terencana, sistematis, terarah, dan memilik program usaha berkesinambungan
|
Umumnya usaha dikelola secara sederhana dan system manajemen yang kurang professional, dan tidak memiliki program yg berkesinambungan
|
Formalitas kerja, etika kerja |
Lebih formal dan rutin dan lebih Etis
|
kurang formal, kurang etis
|
sistem perencanaan proyek
|
Umumnya Lebih professional dan sistematis, biasanya melalui proses kajian proyek, analisa, melalui gambar arsitektual, gambar kerja, dan perhitungan Rencana Anggaran Biaya yang menghasilkan perencanaan proyek yang matang dan cukup akurat.
|
Kebanyakan Perencanaan seadanya, Hanya melalui perhitungan sederhana, kurang sistematis dan kurang akurat, hanya mengalir saja seperti pekerjaan pertukangan harian.
|
Wawasan & pengetahuan mengenai teknik sipil
|
Rata-rata cukup menguasai, atau memiki staf atau konsultan yang khusus membidangi dalam urusan Teknik sipil
|
Rata-rata tidak menguasai, mereka belajar dari pengalaman. yang belum tentu sesuai untuk segala jenis kontruksi.
|
kemampuan menyusun RAB
|
sebagian menguasai, atau memiki staf yang khusus membidangi urusan Penyusunan RAB proyek
|
umumnya tidak menguasai atau mengerti RAB
|
kemampuan membuat gambar-gambar perencanaan bangunan: layout, facade, bestek
|
Sebagian menguasai atau memiki staf yang khusus membidangi urusan pembuatan gambar-gambar Arsitektural
|
umunya tidak menguasai mereka mengandalkan freeline drafter atau pemilik proyek urusan pembuatan gambar-gambar Arsitektural
|
Tingkat Pemahaman mengenai estetika dan kelayakan bangunan
|
Umumnya cukup baik
|
umumnya kurang baik
|
sistem pengikatan kerja dengan pemilik bangunan
|
Umumnya kontraktor menginginkan penunjukan proyek harus melalui kontrak atau Surat Perintah Kerja(SPK) agar memiliki aturan jelas menjamin hak dan kewajiban kontraktor maupun pemilik proyek guna menghindari, konflik dan permasalahan hukum yang muncul di kemudian hari
|
Kebanyakan tidak mementingkan surat kontrak maupun SPK, sebagian besar tidak memahami mengenai Kontrak maupun SPK, sebagian lainnya malah menghindarinya karena kekurang fahaman mengenai pentingnya hal tersebut
|
Capital, aset, modal usaha
|
Memiliki Capital, Asset, modal usaha sendiri yang cukup memadai sesuai kapasitas layanan usahanya, sehingga memiliki back up dana untuk mendanai modal awal proyek, untuk menalangi/ menutupi pendanaan apabila ada keterlambatan pencairan dana dari pemilik proyek dan yang terpenting lagi untuk menutupi over head dan defisit dalam anggaran proyek yang ada
|
Jarang yang memiliki Capital, Asset, modal usaha sendiri biasanya hanya semata mengandalkan kucuran dana dari pemilik proyek, dan biasanya kesulitan sekali jika dana dari pemilik proyek terlambat, dan jika mengalami over head atau defisit dalam anggaran proyek sehingga seringkali meminta kucuran dana yang belum waktunya,atau bahkan meminta pembayaran lebih kepada pemilik proyek dari nilai yang telah disepakati di awal apabila mengalami defisit
|
Komitmen penyelesaian kontrak
|
Rata-rata cukup tinggi, karena disamping dituntut harus melaksanakan proyek berdasarkan kontrak hitam diatas putih/yang berkekuatan hukum, juga untuk membangun kepercayaan yang baik dari masyarakat terhadap usahanya, sehingga mengharuskannya berkomitmen penuh terhadap semua kontrak untuk membentuk imej usaha yang baik
|
Rata-rata kurang memiliki komitmen, karena penunjukan nya sebagai pelaksana proyek jarang melalui Kontrak atau SPK, penunjukan dan kesapakatan lebih banyak hanya secara lisan, sehingga tidak memiliki bukti hukum yang kuat secara tertulis, hal ini dapat menciptakan celah bagi munculnya konflik dan pelanggaran
|
Rasio perbandingan terjadinya KONFLIK DENGAN PEMILIK BANGUNAN |
*Rata-rata rasio 10 : 1
|
*Rata-rata rasio 4 : 3
|
Tingkat kepercayaan pemilik proyek |
*70%
|
*30%
|
Rata-rata tingkat pertumbuhan usaha karena manajemen usaha yang baik |
*20%
|
*Rata-rata kurang dari 5%
|
*data merupakan hasil perbandingan rata-rata yang diambil dari berbagai sumber
Tabel data perbandingan diatas tidak bermaksud mendiskreditkan para pelaku penyedia jasa kontruksi perorangan / pemborong dan data tersebut memang tidak juga bisa di jadikan dasar penilaian yang pasti bahwa umumnya kontaktor memang pasti selalu demikian dan Umumnya pemborong memang pasti selalu seperti itu. Karena Ada pula perusahaan kontraktor yang tidak sekualified seperti yang disebutkan diatas atau biasa di sebut dengan "kontraktor nakal" yakni kontraktor yang hanya mengincar sebesa-besarnya keuntungan proyek semata sementara pelaksanaan proyeknya sendiri sering di terlantarkan bahkan di tinggal "kabur" dan lari dari pertanggung jawaban proyeknya.
kontraktor yang seperti ini tidak lah pantas disebut kontraktor, tapi lebih pantas di juluki sebagai "calo/makelar proyek", padahal ada juga pemborong perorangan yang kinerjanya lebih baik dan professional daripada kontraktor kebanyakan, tapi ya itu pemborong perorangan yang bermental dan berkinerja positif seperti itu “ada tapi Langka” agak sulit menemukannya. baca ini jika anda ingin terhindar dari kontraktor "nakal". Demikian artikel : perbedaan kontraktor dan pemborong (part. 1- part 3)seperti ibarat kata pepatah: "tak ada gading yang tidak retak" maka mohon maaf jika kesalahan dalam penulisan dan data-data yang di paparkan, juga apabila ada pihak-pihak yang merasa di singgung disini. tulisan ini dibuat tidak bermaksud mendiskreditkan pihak manapun namun semata-mata untuk menambah wawasan pemirsa, semoga tulisan ini bermanfaat
Baca juga: